Bukan hanya soal sopan santun yang berkurang, melainkan juga rasa hormat, tanggung jawab, serta kesadaran akan pentingnya belajar. Hal-hal kecil yang dulu dianggap wajar kini mulai jarang terlihat—mengucap salam ketika masuk kelas, mendengarkan saat guru berbicara, mengerjakan tugas tepat waktu tanpa harus diingatkan berkali-kali, atau sekadar berkata “maaf” ketika salah.
📍Mengapa Hal Ini Membuat Guru Sedih?
Karena bagi seorang guru, mengajar bukan sekadar menyampaikan materi, lalu selesai. Ada harapan besar dalam setiap tatapan, doa yang tak terdengar dalam setiap langkah menuju kelas, serta cinta yang tidak selalu terlihat dalam ketegasan mereka.
Ketika etika murid mulai menurun, guru merasa seolah nilai-nilai yang ditanamkan perlahan hilang sebelum sempat tumbuh sempurna.
Guru sedih bukan karena merasa tidak dihargai, tetapi karena khawatir masa depan anak-anak itu kehilangan fondasi yang paling penting. Ilmu tanpa etika ibarat rumah tanpa pondasi—tinggi, namun mudah runtuh.
📍Tantangan Zaman yang Tidak Bisa Diabaikan
Perubahan zaman membawa banyak hal: teknologi, kebebasan berpendapat, akses informasi yang luas. Semua itu baik, tetapi juga menantang. Anak-anak lebih mudah terpancing emosi, lebih nyaman berbicara melalui gawai daripada tatap muka, dan terkadang lupa bahwa hormat bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan dalam kehidupan sosial.
Namun, menyalahkan zaman saja tidak cukup. Perubahan hanya bisa terjadi jika semua pihak bergerak—guru, murid, dan orang tua—bersama kembali merawat nilai-nilai kesantunan.
📍Harapan Guru Sesederhana Ini…
Seorang guru tidak menuntut murid selalu sempurna. Yang diinginkan hanyalah sikap yang mencerminkan budi pekerti:
✓Menghargai saat orang berbicara
✓Menjawab dengan sopan, meski memiliki pendapat berbeda
✓Bertanggung jawab atas tugas dan perilaku sendiri
✓Mengucap terima kasih untuk hal sekecil apa pun
Karena etika bukan hanya tentang kata "sopan", tetapi tentang bagaimana seseorang menempatkan diri, menghormati sesama, dan menjaga hubungan manusia dengan hati.
---
Etika murid yang memudar bukan sekadar persoalan sekolah—ini tanda bahwa kita perlu kembali menanam nilai sejak dini. Guru mungkin merasa sedih, tetapi kesedihan itu lahir dari cinta yang besar terhadap generasi yang sedang dibimbingnya.
Masih ada waktu untuk memperbaiki. Masih ada ruang untuk berubah. Dan selama harapan itu tidak padam, guru akan terus bertahan, melangkah ke kelas dengan doa yang sama:
Semoga hari ini, satu nilai kebaikan tumbuh lagi di hati seorang murid. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar